Kamis, 07 Januari 2010

KAMMI MENJAWAB TANTANGAN MASA DEPAN

KAMMI

MENJAWAB TANTANGAN MASA DEPAN

Jelang delapan tahun usia KAMMI sejak kelahirannya di bumi Indonesia, akankah KAMMI tetap eksis sebagai salah satu entitas pergerakan mahasiswa? Mampukah KAMMI bertahan di tengah badai dinamika perubahan?

Kondisi kesehatan Indonesia hingga saat ini ternyata tidak semakin membaik. Itu adalah realitas yang tak bisa dipungkiri. Tubuh salah satu negara berkembang di Asia Tenggara ini secara patologi justru semakin parah. Angina pektoris yang dideritanya akibat kekurangan suplai oksigen (red:dana) tak kunjung reda. Hepar (hati) sebagai penawar racun di tubuhnya sudah mulai aus dikarenakan hipertoksisitas sehingga potensinya untuk memetabolisme racun mulai berkurang. Hal ini terbukti dari sistem peradilan yang ternyata masih tampak boroknya di mana-mana. Bahkan sistem imunitas (red: pertahanan) tubuh yang merupakan protektor dari “kuman-kuman” pun sudah mulai terganggu stabilitasnya.

Lantas masih adakah kemungkinan tubuh Indonesia mampu bangkit kembali? Masih bisakah ia menjawab tantangan masa depan? Jawabannya adalah BISA!! Sebab Rasulullah SAW bersabda bahwa:

“Tak ada penyakit yang tak ada obatnya kecuali kematian”

Obat itu bernama komitmen untuk melakukan perubahan. Sebuah perubahan dalam tubuh hanya mampu berhasil jika ditopang oleh seluruh elemen terutama trombosit-tombosit yang selalu bersemangat untuk mengalirkan dan mensuplai energi ke seluruh sisi inangnya. Trombosit-trombosit itu adalah pemuda intelektual yang disebut-sebut sebagai agent of change. Terlebih untuk Indonesia yang dikatakan unggul dalam hal kuantitas warga muslim, maka yang harus menjawab tantangan perubahan tersebut adalah Mahasiswa Muslim Indonesia. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) di usianya yang masih prematur ternyata mampu mendobrak satu tantangan perubahan di tahun 1998 yang dikenal dengan istilah reformasi.

***

Berpikir tentang perubahan sangatlah penting bagi kehidupan. Sebab kehidupan yang stagnant dan sikap menyerah pada nasib (fatalisme) merupakan bencana paling berbahaya yang dapat menjerumuskan berbagai bangsa dan umat manusia ke dalam jurang kehancuran serta akan memusnahkan mereka bersama berlalunya waktu di berbagai peristiwa.

Berpikir tentang perubahan merupakan jenis berpikir yang sangat penting. Berpikir tentang perubahan tidak akan disukai oleh orang-orang yang lemah semangat dan tidak akan diterima oleh orang-orang yang malas. Berpikir tentang perubahan lahir dari sebuah keteguhan jiwa, didorong oleh berbagai fakta kehidupan, dan bahkan dapat muncul semata-mata dari perasaan tentang kehidupan.

Meskipun berpikir tentang perubahan akan dilawan oleh kekuatan yang merasakan bahwa perubahan itu akan membahayakannya, tetapi berpikir tentang perubahan sebenarnya tetap akan ada. Ketika perubahan telah terwujud secara nyata, atau ketika nilai perubahan telah dipahami, maka berpikir tentang perubahan akan menjadi sesuatu yang mudah. Sebab hal itu berarti mengembalikan manusia pada perasaan mereka akan pentingnya perubahan. Dan selanjutnya akan terwujudlah pada diri mereka pemikiran tentang perubahan. Oleh karena itu, setiap muslim sudah seharusnya berpikir tentang perubahan.

Untuk mengejawantahkan suatu perubahan jelas tidak akan terwujud tanpa adanya cara dan sarana. Berpikir tentang sarana (al wasa’il) merupakan partner dari berpikir tentang cara (uslub). Berpikir tentang sarana adalah berpikir tentang alat-alat fisik (al-adawat al-madiyah) yang akan digunakan untuk melakukan suatu perbuatan. Jika berpikir tentang ‘cara’ adalah aspek yang akan mampu menyelesaikan masalah, maka ‘cara’ tidak akan ada nilainya jika menggunakan ‘sarana’ yang tidak mampu menyelesaikan masalah.

Sebagai contoh, kita adopsi sebuah analogi:

Secara logika (di luar dari kerangka takdir Allah SWT), apabila seseorang telah membuat rancangan (khiththah) yang sempurna 100%, tetapi jika ia menggunakan senjata yang tidak layak untuk menghadapi senjata musuh, maka rancangan tersebut jelas akan gagal meskipun pasukannya lebih kuat daripada pasukan musuh. Rancangan itu jelas akan gagal meskipun dia berperang dengan pasukan yang kekuatannya mampu memerangi musuh atau bahkan kekuatannya dua kali lipat daripada kekuatan musuh. Jadi rancangan (strategy planning) yang dibuat untuk berperang adalah ‘cara’, sedang pasukan dan senjata adalah ‘sarana-sarana’ (wasilah) untuk menerapkan cara tersebut.

Dari kedua pendekatan tadi, maka dapat ditarik sebuah analisis bahwa sebuah perubahan harus ditopang oleh cara (uslub) yang diimplementasikan dengan rancangan strategi (strategy planning) dan sarana (wasa’il) yang diperwajahi oleh pasukan dan senjata.

***

Kita mulai dari pembahasan mengenai uslub yaitu menyusun strategy planning. Namun sebelum memformulasi uslub, perlu terlebih dahulu ditetapkan metode berpikir yang digunakan. Berdasarkan urutan metode berpikir dalam buku yang dikarang oleh Taqiyuddin an-Nabhani, bahwa berpikir politik (siyasi) merupakan jenis berpikir yang paling sulit dan paling tinggi. Untuk itu pendekatan metode inilah yang harus lebih difokuskan dalam pergerakan KAMMI untuk menjawab perubahan. Hasan al Banna pernah mengatakan bahwa :

“Barang siapa beranggapan bahwa agama - terlebih lagi Islam - tidak mengungkap masalah politik atau bahwa politik tidak termasuk dalam agenda pembahasannya, maka sungguh ia telah menganiaya diri sendiri dan pengetahuannya. Saya tidak mengatakan bahwa ia ‘menganiaya Islam’, karena Islam itu syari’at Allah yang sama sekali tidak mengandung kebatilan, baik di depan maupun di belakangnya.”

***

Belajar dari tawaran uslub ‘amal siyasi, ada beberapa strategy planning yang akan ditawarkan untuk pergerakan KAMMI ke depan, antara lain :

Pertama, melalui kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan nasyrul fikrah (sosialisasi ide atau gagasan). Tentu saja pendekatan ini harus melibatkan bidang publikasi dan informasi yang luas dan intensif, dalam hal ini media. Dapat dikatakan keberhasilan-keberhasilan ‘amal siyasi selanjutnya sangat ditentukan oleh sejauh mana gerakan dakwah memperoleh kesuksesan dalam masalah publikasi ini. Sebab jagat siyasi sering dilukiskan sebagai jagat komunikasi.

Kedua, mengembangkan sikap kritis di tengah-tengah para pendukung atau konstituen terhadap berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Di sini KAMMI harus mampu melakukan pendidikan politik secara luas terhadap rakyat sehingga menjadi masyarakat yang secara politik berdaya, tidak hanya dipatronasi oleh penguasa. Indikator sebuah masyarakat yang berdaya terlihat pada kemampuan mereka dalam melakukan koreksi terhadap pemerintah. Keberdayaan masyarakat secara siyasi inilah yang sesungguhnya menjadi inti sebuah masyarakat madani, sebagaimana visi KAMMI.

Ketiga, melancarkan statement-statement politik yang menjadi sikap resmi gerakan KAMMI. Statement (pernyataan sikap) yang dikeluarkan bisa jadi bersifat dukungan atau penolakan, bisa bersifat imbauan atau bahkan mobilisasi opini untuk selanjutnya diarahkan untuk tujuan siyasah tertentu.

Keempat, aktif mengikuti kegiatan-kegiatan badan legislatif, baik dalam pelaksanaan fungsi legislasi ataupun dalam pelaksanaan fungsi kontrol. Untuk itu gerakan KAMMI harus mampu mengambil bagian dalam mengikuti sidang-sidang yang diselenggarakan badan legislatif, baik di tingkat daerah, propinsi, ataupun pusat. Dengan itu gerakan dakwah selalu mengikuti perkembangan konstitusi dan diharapkan dapat tumbuh kader-kader yang siap berjuang melalui parlemen.

Kelima, membangun aliansi siyasah dengan kekuatan-kekuatan lain untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini perlu dilakukan karena nonsense sebuah perubahan mampu dicapai hanya dari satu komponen melainkan memerlukan aliansi dari berbagai kekuatan.

***

Poin kedua setelah masalah uslub (cara) yaitu pembahasan mengenai sarana. Telah dipaparkan sebelumnya bahwa sarana ini meliputi senjata dan pasukan. Senjata orang beriman adalah doa dan amunisi bagi prajurit Allah adalah perangkat-perangkat tarbiyahnya. Jika senjata dan amunisi tersebut telah di tangan kita maka kemenangan telah 80% berada di tangan kita.

Ibarat dalam sebuah pertempuran, pasukan merupakan komponen yang mutlak dibutuhkan eksistensinya. Namun yang akan dipertajam di sini adalah mengenai militansi kader karena ia merupakan permasalahan yang kerap melanda suatu perkumpulan atau organisasi sehingga memperlambat realisasi dari visi. Untuk itu sistem kaderisasi yang mantap sangat diperlukan. Namun yang menjadi problem bukanlah tahapan pengkaderannya melainkan lebih pada penanaman nilai-nilai ruhiyah terkait dengan masalah militansi kader tersebut. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) saat ini sedang merindukan bertambahnya mujahid-mujahid yang siap mengorbankan harta, jiwa, pemikiran, dan tenaga, bukan prajurit yang banyak mengeluh, lambat dan menunda-nunda untuk bergerak, serta hanya ingin mengambil keuntungan tanpa mengkontribusikan gerak dan pemikirannya.

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah janjinya.”

(QS. Al Ahzab : 23)

Di manakan generasi Thoriq bin Ziyad, Sang Penakluk Andalusia? Di manakah keturunan-keturunan Shalahudin al-Ayyubi, pahlawan Perang Salib, yang kemenangan demi kemenangan telah diraihnya?. Dimanakah generasi Khalid bin Walid, Sang Pedang Allah yang para raja dan kisra gemetar karena takut ketika disebut namanya? Menjadi tugas KAMMI ke depanlah untuk mencetak kader-kader militan demi satu “perubahan” yang diridhai Allah SWT.

***

“Waktu bagi kami merupakan bagian dari solusi, sebab jalan da’wah ini panjang dan jauh jangkauannya serta banyak rintangannya. Tapi semua itu adalah cara untuk mencapai tujuan dan ada nilai tambah berupa pahala dan balasan yang besar serta menarik...”

(Hasan al Banna)

Ðan tidak ada kata jihad di dunia ini tanpa adanya rasa pengorbanan. Anda jangan merasa bahwa pengorbanan Anda akan hilang begitu saja demi meniti fikrah kami ini. Tapi itu tak lain adalah sebuah ganjaran yang melimpah dan pahala yang besar, barang siapa tak mau berkorban demi kami (da’wah) maka ia berdosa. Karena Allah ta’ala telah menegaskan hal itu dalam banyak ayat Al Qur’an. Dengan memahami ini maka Anda akan memahami doktrin ‘Mati di jalan Allah adalah cita-cita kami tertinggi’...”

(Hasan al Banna)

***

Tantangan perubahan telah ada di depan mata kita. Kapal-kapal perang telah kita bakar di belakang sana. Hanya ada dua pilihan bergerak maju menjawab tantangan masa depan bersama jalan ini atau syahid menggapai syurga-Nya.

Wallahu a’lam bishowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar