Jumat, 01 Januari 2010

GRAND DESIGN KADERISASI

GRAND DESIGN KADERISASI

BAGIAN IV

GRAND DESIGN KADERISASI MANHAJ 1427 ह


A. NALAR KADERISASI MANHAJ 1427 H

Orientasi Kaderisasi Nasional

Orientasi Kaderisasi Nasional Manhaj 1427 H adalah menghasilkan kader muslim negarawan. Dalam pandangan KAMMI, krisis kepemimpinan di tingkat nasional adalah minimnya sosok manusia Indonesia yang memiliki mentalitas dan sikap sebagai negarawan. Penjualan aset-aset berharga yang dimiliki negeri ini secara tidak bijak, kebijakan-kebijakan yang tidak memihak pada perlindungan seluruh potensi baik yang dimiliki masyarakat, dan mendahulukan kepentingan individu atau kelompok daripada kepentingan bangsa merupakan salah satu indikasi dari kurangnya mentalitas negarawan. Korupsi dan menjual informasi berharga yang dimiliki bangsa ini dengan murah pada bangsa lain menunjukkan hilangnya jiwa kenegarawanan bangsa.

KAMMI, sesuai visinya melahirkan pemimpin yang tangguh di masa depan berupaya untuk bersikap bijak bahwa ketimpangan bangsa ini harus diselesaikan dengan upaya perbaikan dan tawaran-tawaran solusi yang terbaik. Bahwa pasca bergulirnya reformasi gerakan mahsiswa tidak sekedar menampilkan sosok kepemudaannya sebagai anak bangsa yang kritis, lebih dari itu pemuda adalah pewaris yang sah atas masa depan negeri ini, maka ia ikut bertanggung jawab untuk membangun negeri ini. Dalam proses pembangunan ini kader KAMMI dituntut untuk seimbang dalam memandang persoalan secara kritis dan konstruktif.

Muslim negarawan adalah kader KAMMI yang memiliki basis ideologi Islam yang mengakar, basis pengetahuan dan pemikiran yang mapan, idealis dan konsisten, berkontribusi pada pemecahan problematika umat dan bangsa, serta mampu menjadi perekat komponen bangsa pada upaya perbaikan.

Pembangunan Kompetensi Kritis

Bangsa dan umat ini membutuhkan para pemimpin perubahan yang memiliki idealisme dan kompetensi yang diperhitungkan. Para pemimpin itu terlahir dari rahim gerakan Islam yang tertata rapi (quwwah al-munashomat), semangat keimanan yang kuat (ghirah qawiyah) dan kompetensi yang tajam. Tiga hal ini merupakan syarat utama munculnya sosok Muslim Negarawan yang memiliki keberpihakan pada kebenaran dan terlatih dalam proses perjuangannya.

Secara aplikatif sosok kader muslim negarawan harus memiliki kompetensi kritis yang harus dilatih sejak dini. Kompetensi kritis ini adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki kader yang dirancang sesuai kebutuhan masa depan sebagaimana yang dirumuskan di dalam Visi Gerakan KAMMI. Terdapat lima kompetensi kritis yang harus dimiliki kader KAMMI, sebagai berikut ini:

1. Pengetahuan Ke-Islam-an

Kader harus memiliki ilmu pengetahuan dasar keislaman, ilmu alat Islam, dan wawasan sejarah dan wacana keislaman. Pengetahuan ini harus dimiliki agar kader memiliki sistem berpikir Islami dan mampu mengkritisi serta memberikan solusi dalam cara pandang Islam.

2. Kredibilitas Moral

Kader memiliki basis pengetahuan ideologis, kekokohan akhlak, dan konsistensi dakwah Islam. Kredibilitas moral ini merupakan hasil dari interaksi yang intensif dengan manhaj tarbiyah Islamiyah serta implementasinya dalam gerakan (tarbiyah Islamiyah harakiyah).

3. Wawasan ke-Indonesia-an

Kader memiliki pengetahuan yang berkorelasi kuat dengan solusi atas problematika umat dan bangsa, sehingga kader yang dihasilkan dalam proses kaderisasi KAMMI selain memiliki daya kritis, ilmiah dan obyektif juga mampu memberikan tawaran solusi dengan cara pandang makro kebangsaan agar kemudian dapat memberikan solusi praktis dan komprehensif.

Wawasan ke-Indonesia-an yang dimaksud adalah penguasaan cakrawala ke-Indonesia-an, realitas kebijakan publik, yang terintegrasi oleh pengetahuan interdisipliner.

4. Kepakaran dan profesionalisme

Kader wajib menguasai studi yang dibidanginya agar memiliki keahlian spesialis dalam upaya pemecahan problematika umat dan bangsa. Profesionalisme dan kepakaran adalah syarat mutlak yang kelak menjadikan kader dan gerakan menjadi referensi yang ikut diperhitungkan publik.

5. Kepemimpinan

Kompetensi kepemimpinan yang dibangun kader KAMMI adalah kemampuan memimpin gerakan dan perubahan yang lebih luas. Hal mendasar dari kompetensi ini adalah kemampuan kader beroganisasi dan beramal jama’i. Sosok kader KAMMI tidak sekedar ahli di wilayah spesialisasinya, lebih dari itu ia adalah seorang intelektual yang mampu memimpin perubahan. Di samping mampu memimpin gerakan dan gagasan, kader pun memiliki pergaulan luas dan jaringan kerja efektif yang memungkinkan terjadi akselerasi perubahan.

6. Diplomasi dan Jaringan

Kader KAMMI adalah mereka yang terlibat dalam upaya perbaikan nyata di tengah masyarakat. Oleh karena itu ia harus memiliki kemampuan jaringan, menawarkan dan mengkomunikasikan fikrah atau gagasannya sesuai bahasa dan logika yang digunakan berbagai lapis masyarakat. Penguasaan skill diplomasi, komunikasi massa, dan jaringan ini adalah syarat sebagai pemimpin perubahan.

Man Power Kader KAMMI

Dalam rangka mencapai target kaderisasi nasional di atas maka perlu dirumuskan penekanan umum yang di-break down pada pembentukan kader di tiap jenjangnya agar dapat diimplementasikan secara aplikatif. Manhaj Kaderisasi 1427 H menekankan pencapaian cita kader dengan ditopang penguatan kekokohan bangunan gerakan. Keberadaan kader dalam gerakan merupakan batu-bata bangunan piramida. Piramida tersebut tersusun dalam kelazimannya sebagai organisasi yang sempurna. “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya berbaris teratur bagaikan bangunan tersusun rapi.” (QS. Ash-Shaff: 4)

Organisasi pergerakan dan organisasi pada umumnya memiliki kesamaan dalam lapisan bangunannya. Secara umum organisasi tersebut disusun dari empat lapisan, yakni: basis pengambil kebijakan, basis penerjemah gagasan menjadi program, basis pelaksana program dalam bentuk kegiatan, dan basis pelanggan atau subyek yang menikmati acara. Bangunan ini satu sama lain saling menguatkan. Dalam logika gerakan dakwah, bangunan organisasi ini dapat disebut sebagai piramida dakwah. Alasan penyebutan ini lebih pada realitas bahwa bangunan gerakan dakwah disusun oleh kualitas man power gerakan tersebut.

Semakin ke atas semakin sedikit, dan sebaliknya, semakin ke bawah semakin banyak. bahkan rasionya harus seperti segitiga sama sisi, tidak lebar sebelah atau tumpul di bagian atasnya.

Piramida dakwah dibangun oleh unsur-unsur orang yang memiliki peran-peran dominan di dalam lapisannya masing-masing. Berbeda dari sistematika pembahasan lapisan organisasi pergerakan dakwah dengan organisasi lainnya, organisasi pada umumnya dibahas dari puncak piramida, sedangkan piramida dakwah dibahas dari bawah. Lapisan-lapisan itu diurut pembahasannya lebih karena proses pencapaian alami jenjang seseorang yang dilewati dari bawah secara hirarkis ke posisi puncak. “Pasti kamu akan melewati tingkatan demi tingkatan.” (QS. Al-Insyiqaq: 19)

Pertama, basis sosial (al-qaidah al-ijtima’iyah)

Bina’ al-qo’idah al-ijtima’iyah (membangun basis sosial), yaitu membangun lapisan masyarakat yang simpati dan mendukung perjuangan KAMMI yang meliputi masyarakat umum, mahasiswa, organisasi dan lembaga swadaya masyarakat, pers, tokoh, dan lain sebagainya.

Basis sosial atau al-qaidah al-ijtima’iyah adalah lapisan masyarakat pada umumnya. Lapisan ini adalah medan dakwah yang kemudian menjadi lahan dakwah untuk perekrutan. Dalam al-Qaidah al-Ijtima’iyah, yang harus dilakukan gerakan adalah menciptakan sebuah nuansa pada recruiting dengan target terbentuknya tiga hal: pertama, pandangan public yang Islami (ra’yul ‘amm al-Islamiy). Indikasinya adalah terbentuknya opini public dan cara pandang public yang jelas-jelas terbuka membela Islam atau mengkritisi kehidupan dengan system berpikir yang Islami.

Jika masyarakat sudah memiliki pandangan Islami, maka akan terbentuk hal yang kedua, yakni: bi’ah al-Islamiyah (lingkungan yang Islami). Lingkungan Islami ini terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan harian dan opini public yang Islami. Ketiga, adanya kesadaran bahwa bi’ah al-Islamiyah ini terbentuk karena adanya bi’ah al-harakiyah (lingkungan pergerakan Islami) yang merencanakan dan menciptakan opini dan lingkungan yang Islami.

Target dari ketiga aktivitas tersebut adalah terpengaruhnya masyarakat secara bertahap: toleran pada kegiatan-kegiatan dakwah (tasamuh), simpatik pada acara-acara dakwah (ta’athuf), mencintai aktivitas dakwah (mahabbah), dan lalu mendukung penuh gerakan dakwah (ta’yid). Dengan pentahapan ini diharapkan masyarakat pada akhirnya terlibat aktif dalam kegiatan dakwah, menjadi kadernya yang kontributif bahkan terlibat dalam kepemimpinan perubahan yang direncanakan gerakan dakwah.

Kedua, basis operasional (al-Qa’idah al-Harakiyah)

Bina’ al-qo’idah al-harokiyah (membangun basis operasional), yaitu mambangun lapisan kader KAMMI yang bergerak di tengah-tengah masyarakat untuk merealisasikan dan mengeksekusi tugas-tugas dakwah yang telah digariskan KAMMI.

Basis operasional (al-Qa’idah al-Harakiyah) adalah lapisan masyarakat yang sudah ikut terlibat dalam proses yang menentukan gerakan dakwah, sebab ia sudah menjadi batu-bata pertama dalam bangunan piramida dakwah. Kader-kader di lapisan basis operasional bekerja sebagai eksekutor dakwah yang berhadapan langsung menyatalaksanakan agenda dakwah secara praktis di lapisan masyarakat. Peran kader dalam lapisan ini adalah melakukan peran-peran kepemimpinan (daurul qiyadi). Kader secara praktis terlibat langsung dengan realitas perubahan masyarakat. Oleh karena itu kader dituntut untuk memiliki kekuatan aqidah, kualitas ibadah dan, kekokohan akhlak. Dalam hal ini pula kader harus memiliki bekal-bekal pribadi muharik yang menjadikan agenda dakwah teraplikasikan dengan baik.

Ketiga, basis konsepsional (al-Qa’idah al-Fikriyah)

Bina’ al-qo’idah al-fikriyah (membangun basis konsep), yaitu membangun kader pemimpin yang mampu menjadi teladan masyarakat, memiliki kualifikasi keilmuan yang tinggi sesuai bidangnya, yang menjadi guru bagi gerakan, mengislamisasikan ilmu pengetahuan pada bidangnya, dan memelopori penerapan solusi Islam terhadap berbagai segi kehidupan manusia.

Basis konsepsional (al-Qa’idah al-Fikriyah) adalah lapisan kader dakwah yang ikut terlibat dalam proses yang menjelaskan strategi dakwah dalam arti luas. Kader-kader dakwah di lapisan ini harus mampu menguasai konsepsional dan teori-teori yang ikut mempengaruhi perubahan yang meliputi masyarakat dan gerakan. Pada saat yang sama kader di lapisan ini harus memiliki skill menerjemahkan kebijakan-kebijakan dakwah dalam bentuk program. Penekanan umum dalam basis konsepsional ini adalah optimalisasi kader pada aspek teoritisnya. Kader harus menguasai teori-teori umum (al-iktisab an-nadlori al-’ammah) untuk menopang pembacaannya terhadap segala realitas yang berkembang di tengah masyarakat. Pada saat yang sama kader pun harus menguasai teori-teori Islam, bagaimana Islam memecahkan probelamtika agar didapat solusi yang tepat dan hadirnya rahmat. Di sinilah kader mengoptimalkan potensi fikriyahnya sebagai mufakkir dakwah yang ahli dan kontributif dalam aspek perubahan di masyarkat.

Keempat, basis pengambil kebijakan (al-Qa’idah as-Siyasiyah)

Bina’ al-qo’idah al-siyasiyah (membangun basis kebijakan), yaitu membangun kader ideolog, pemimpin gerakan yang menentukan arah gerak dakwah KAMMI, berdasarkan situasi dan kondisi yang berkembang.

Basis pengambil kebijakan (al-Qa’idah as-Siyasiyah) merupakan lapisan puncak yang menentukan arah gerakan dakwah. Gerakan dakwah ini selalu bersentuhan dengan realitas perubahan hingga perubahan yang bersifat politis. Medan dakwah dan internal gerakan akan selalu mengalami perkembangan-perkembangan.

Pola perkembangan ini harus dipandang secara jernih dan disikapi dengan cerdas dan manhaji. Oleh karena perkembangan itu menuntut sikap yang tepat dan bijak, maka kekuatan di balik ketepatan dan kebijaksanaan itu adalah kemampuan dia membaca realitas dan tujuan di balik perkembangan tersebut, keberanian mengambil langkah dan memperhitungkan resiko dengan cermat, serta siap dengan bekal yang dimiliki. Ketepatan kebijaksanaan itu terkait erat dengan keasliannya pada sandaran ideologinya. Di sinilah maka kader dakwah dituntut untuk memiliki basis ideologi yang kuat mengakar.

Basis pengambil kebijakan merupakan basis strategis dalam pergerakan, sebab dari sanalah seluruh kebaikan dan keburukan akan berlipat ganda lebih cepat. Oleh karena itu basis ideologis dalam pergerakan perlu diperkuat agar keputusan-keputusan yang diambil muncul dari jiwa yang bertanggung jawab.

Orientasi nasional kaderisasi menjadi Muslim Negarawan perlu diaplikasikan dalam penjenjangan pengkaderan pergerakan. Di bawah ini adalah gambaran dari susunan kekaderan KAMMI yang berangkat dari kolaborasi orientasi kaderisas nasional dan penjenjangan kader gerakan. Untuk menghindari salah pengertian, bangunan yang disusun bukanlah membuat ’kasta-kasta’ yang membedakan kader satu dan yang lainnya. Bangunan di sini merupakan proses wajar kenaikan kualitas kader yang secara aktif mengalami peningkatan kapasitas yang dengannya mampu mensinergikan dan mem-back up kader-kader di bawahnya

Bangunan normatif gerakan dakwah di atas dalam hal ini dikontekstualisasikan dengan perkembangan kebutuhan bangsa. Evaluasi terhadap konsep kaderisasi sebelumnya, fokus kaderisasi sebelumnya adalah kaderisasi berorientasi pergerakan. Tren ke depan perlu ada sinergisasi antara kaderisasi pergerakan dan kaderisasi yang berorientasi kebangsaan. Sinergitas orientasi ini dilakukan agar eksistensi kader senantiasa relevan dengan kebutuhan masa depan kualifikasi bangsa. Dengan demikian kader KAMMI di setiap jenjang perlu dijelaskan secara definitif core competence dan elaborasi peran-peran khusus di levelnya.

B. Aplikasi Pencapaian Kualitas Muslim Negarawan

Keanggotaan KAMMI disusun atas tiga bangunan anggota biasa satu, anggota biasa dua, anggota biasa tiga, yang kemudian disingkat dengan sebutan AB1, AB2, AB3.

Berikut adalah tarkiz ’ammah (penekanan umum) pembentukan kader yang didefinisikan dari pengertian normatif kaidah dakwah dan realitas pencapaian pada idealita kader yang mempercepat munculnya kualitas-kualitas Muslim Negarawan, yaitu:

AB 1:

Aktivis yang memiliki syakhsiyah Islamiyah al-harakiyah, kesiapan dan kesediaan untuk bergerak di tengah-tengah masyarakat guna merealisasikan dan mengeksekusi tugas-tugas dakwah yang telah digariskan KAMMI. (Syakhsiyah Islamiyah—al-Qa’idah Ijtima’iyah wal harakiyah)

AB 2:

Aktivis yang memiliki syakhsiyah da’iyah al-fikriyah, kemampuan menjadi teladan masyarakat, memiliki kualifikasi keilmuan yang tinggi sesuai bidangnya, menjadi guru bagi gerakan, mengislamisasikan ilmu pengetahuan pada bidangnya dan memelopori penerapan solusi Islam terhadap berbagai segi kehidupan manusia. (Syakhsiyah da’iyah al-fikriyah—al-Qa’idah al-fikriyah)

AB 3:

Aktivis yang memiliki syakhsiyah qiyadiyah as-siyasiyah, kemampuan menjadi ideolog, pemimpin gerakan yang menentukan arah gerak dakwah KAMMI, berdasarkan situasi dan kondisi yang berkembang. (syakhsiyah qiyadiyah as-siyasiyah—al-Qaidah as-siyasiyah)

Berikut adalah rincian penahapan kaderisasi yang bertujuan untuk memenuhi kualifikasi kader di tiap jenjangnya.

Fase Pertama (Sakhsiyah Islamiyah al-Harakiyahal-Qo’idah Ijtima’iyah wa harakiyah)

Tujuan:

@ Mewujudkan kader yang memahami dan menginternalisasi tauhid: prinsip dan konsekuensinya (K,A)

@ Mewujudkan kader yang memahami aspek-aspek wawasan islam dasar (K)

@ Mewujudkan kader yang memiliki sifat, akhlak dan kepribadian Islam dasar (A)

@ Mewujudkan kader yang memahami sejarah, manhaj perjuangan dan mekanisme keorganisasian KAMMI(K)

@ Mewujudkan kader yang memiliki tradisi belajar dan membaca (P)

@ Mewujudkan kader yang peka terhadap realitas sosial politik sekitar (K,A)

@ Mewujudkan kader yang memiliki kemampuan dasar keorganisasian (P)

@ Mewujudkan kader yang mampu melibatkan diri dalam beragam aktivitas dakwah dan pergerakan (A,P)

@ Mewujudkan kader yang memahami sejarah dan potensi Indonesia (P)

Fase Kedua (Sakhsiyah Da’iyyah al-Fikriyahal-Qo’idah al-Fikriyah)

Tujuan:

@ Mewujudkan kader yang memiliki fikrah (perspektif) islami yang peka dengan realitas Islam dan kaum muslimin (K,A)

@ Mewujudkan kader yang memiliki karakter pendidik (tarbiyah), perubah (da’wah) dan penggerak (harakah) dan mampu menunaikannya (K,A,P)

@ Mewujudkan kader yang memahami esensi berjama’ah dan bekerja dalam amla jama’i (K,A,P)

@ Mewujudkan kader yang memahami citra dan jatidiri sebagai kader dakwah dan membangun kompetensi tarbiyah dzatiyah (K,A)

@ Mewujudkan kader yang memahami aspek ilmu alat wawasan keislaman (K)

@ Mewujudkan kader yang memahami ragam pemikiran (mahdzab, aliran dan pergerakan) keislaman (K)

@ Mewujudkan kader yang memiliki kompetensi kepemimpinan dan manajerial (P)

@ Mewujudkan kader yang memiliki tradisi ilmiah: membaca, mencerna, menulis dan berdialektika (K,A,P)

@ Mewujudkan kader yang memiliki ketrampilan dan kompetensi khas baik dalam disiplin ilmunya maupun alam ragam kompetensi lain (K,P)

@ Mewujudkan kader yang memahami aspek-aspek pembentukan negara(P)

Fase Ketiga (Sakhsiyah Qiyadiyah as-Siyasiyahal-Qo’idah as-Siyasiyah)

Tujuan:

@ Mewujudkan kader yang memiliki wawasan, kompetensi, integritas dan moralitas diri sebagai pemimpin muslim (K,A,P)

@ Mewujudkan kader yang memahami ruh pergerakan KAMMI dan memiliki komitmen tinggi terhadap manhaj perjuangan KAMMI (K,A)

@ Mewujudkan kader yang mampu mengaktualisasikan kemampuan konsepsional diri dalam masyarakat (K,P)

@ Mewujudkan kader yang mampu menerapkan ketrampilan dan kompetensi khasnya pada kaderisasi KAMMI dan masyarakat (K,P)

@ Mewujudkan kader yang mampu melakukan evaluasi, reformasi dan revitalisasi konsep dan strategi gerakan berdasarkan pemahaman kuat terhadap prinsip Islam dan realitas masyarakat (K,P)

@ Mewujudkan kader yang mampu memahami konsep pengaturan negara Indonesia

Sarana dan Prasarana

Sarana adalah perangkat pendukung kaderisasi yang disediakan oleh KAMMI. Prasarana adalah perangkat pendukung kaderisasi yang tidak disediakan oleh KAMMI namun penting dalam proses tercapainya pembentukan kepribadian dan kualitas kader.

Sarana yang disediakan KAMMI adalah

1. Dauroh Marhalah

Definisi: sarana kaderisasi dasar bagi calon kader atau kader yang dilakukan secara berjenjang dengan sasaran pembentukan pondasi jati diri kader asasi sebagai proyeksi menuju pemenuhan jati diri kader secara menyeluruh sekaligus sebagai sarana inisiasi kader.

2. Madrasah KAMMI

Definisi: Adalah sarana kaderisasi yang diperuntukkan bagi seluruh kader yang dilaksanakan secara continue dengan tujuan :

· Sebagai sarana penajaman materi yang telah didapatkan pada DM I

· Sebagai sarana persiapan kader menerima materi pada jenjang marhalah yang berikutnya

· Sebagai sarana pencapaian IJDK

Terbagi menjadi dua metode : klasikal dan kelompok khas (halaqah )

3. Dauroh khusus

Definisi: sarana kaderisasi yang dilakukan secara insidental untuk meningkatkan kualitas khusus bagi kader yang memiliki kompetensi khas dan atau memenuhi syarat tertentu sebagai pendalaman keahlian dan penguatan spesialisasi

@ Dauroh/ training khusus, misal training instruktur

@ Senior/Junior camp

@ Pelatihan-pelatihan

4. Kelompok Karya

Definisi: sarana kaderisasi berbentuk kelompok kreatif yang beranggotakan kader secara sukarela yang didasarkan pada minat atau keahlian tertentu yang terkoordinasi dalam struktur organisasi

@ Kelompok studi

@ Klub aktifitas

@ Lembaga semi otonom

@ Badan Khusus

5. Kegiatan/Aktifitas

Definisi: sarana kaderisasi berbentuk partisipasi dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh KAMMI berupa penugasan atau jabatan. Contoh: sebagai SC,OC, instruktur DM, pemateri MK ataupun pemandu MK

6. Pengkaryaan kader

Definisi: sarana kaderisasi berbentuk partisipasi dalam kegiatan publik atau keterlibatan dalam lembaga publik sebagai sarana aktualisasi diri kader

Prasarana yang dapat dimanfaatkan kader KAMMI di antaranya:

1. Ma’had

2. Lembaga Kursus

3. Media Cetak

4. Media Elektronik

5. Lembaga Swadaya Masyarakat

6. Lembaga Pemerintah

7. Tokoh



Tidak ada komentar:

Posting Komentar